IndoNLP

 

Ketika Margaret Mead, Jane Belo, dan Gregory Bateson pergi ke pulau Bali pada tahun 1937, mereka pergi ke sana dengan tujuan untuk mempelajari self-hypnosis dalam budaya orang-orang Bali. Dalam budaya Bali, Anda boleh pergi ke pasar. Dalam perjalanan ke pasar, orang Bali dapat masuk dalam deep trance, berbelanja, pulang, dan keluar dari trance ketika mereka sampai di rumah – atau tetap berada di dalam trance dan mengunjungi tetangga yang tidak sedang berada dalam trance, sedang mereka sendiri berada dalam trance.

Self-hypnosis adalah bagian dari kehidupan sehari-hari orang Bali.

Mead, Bateson, dan Belo mempelajari perilaku mereka dan membawa pulang rekaman film untuk saya teliti. Dr. Mead ingin mengetahui apakah trance ala Bali dan trance orang-orang Barat sama saja. Lalu, dia (Lucy, seorang siswi) melakukan gerakan-gerakan orientasi tubuh yang dilakukan orang-orang Bali, mengatupkan tangannya, berdiri di ujung jari-jari kaki, kembali bersatu dengan tubuh. Itu adalah ciri-ciri sebuah trance.

 

Ini adalah kisah yang dituturkan Milton H. Erickson pada murid-muridnya. Kisah ini memperlihatkan bahwa ada kemungkinan untuk menjalankan aktifitas seperti biasa, misalnya berbelanja dan mengunjungi tetangga, sedangkan orang tersebut berada dalam keadaan trance. Tidak selalu harus menjalankan perilaku yang tidak wajar atau tidak biasa. Pada akhir kisah tersebut, Erickson mengaitkan pengalaman trance cara Bali dengan cara Barat dengan menunjukkan bahwa gerakan-gerakan orientasi tubuh yang dilakukan seorang terapis (Lucy) di kantornya mirip dengan yang dilakukan oleh orang-orang Bali ketika keluar dari trance. Dengan contoh ini, yang terjadi di tempat yang sangat jauh (menurut pandangan Erickson), dan bagi sebagian besar orang merupakan tempat yang sangat eksotis, Erickson menyampaikan dua pesan. Pesan pertama adalah bahwa trance merupakan pengalaman biasa, yang dialami oleh kita semua. Pesan kedua adalah bahwa trance sesungguhnya eksotis dan glamor.

 

****

 

Oktober 2008