Artikel ini adalah lanjutan dari sebelumnya, jika belum membaca klik disini
buat orang-orang di sekitarnya adalah membiarkan mereka menyesuaikan diri dengan perubahan itu.
Terapi seharusnya merupakan orientasi terhadap pasien dan terhadap masalah utamanya. Dan ingatlah selalu hal ini, bahwa kita semua punya bahasa sendiri-sendiri. Ketika Anda mendengarkan seorang pasien, Anda harus mendengarkan dan memahami bahwa dia sedang berbicara dengan bahasa asing; jadi Anda sebaiknya tidak berusaha untuk memahaminya dengan bahasa Anda sendiri. Pahami si pasien dengan bahasa yang DIA gunakan.
***
Di atas adalah salah satu metafora dari Erickson yang menjadi favorit saya. Ada banyak sekali hal yang bisa saya petik dari pembelajaran di atas. Dua di antaranya seperti halnya judul artikel ini “Andalah Terapisnya”, yakni: Pertama, saya belajar bagaimana mengendalikan pikiran, energi yang saya gunakan, dan simptom-simptom seperti kegelisahan, misalnya. Saya harus melakukannya, namun bukan dengan kekuatan kehendak, cukup dengan menemukan rangsangan mana yang perlu untuk membuat saya “mulai dan berhenti.” Tentu saja saya mesti banyak berlatih “memulai dan menghentikan.”
Kedua, adalah pembelajaran bahwa “Anda semua memiliki pemikiran bahwa ketika Anda mengosongkan kandung kemih, Anda harus menuntaskan semua isinya.” Menurut Erickson, “Yang perlu Anda ketahui adalah bahwa Anda bisa menghentikan buang air kecil kapan pun, dengan alasan yang tepat.” Dan, sambungnya, “Kita lekat dengan pemikiran bahwa kita harus ‘menghabiskannya’. Hal ini tidak benar, kita tidak harus meneruskannya hingga akhir. Kita bisa menghentikan kapan pun kita mau, meskipun belum tuntas.” Sikap ini sangat membantu saya dalam menulis buku-buku, termasuk buku yang ada di tangan Anda ini. Perasaan koersif bahwa saya harus menyelesaikan sampai akhir akan dengan mudah menghalangi spontanitas dan kreativitas saya. Satu cara yang jauh lebih efektif dalam menuntaskan sesuatu adalah dengan “memulai dan menghentikan,” sesuai dengan ritme saya sendiri.
Kalimat terakhir Erickson agar memahami pasien Anda dengan bahasa yang DIA gunakan, menjadi alasan kuat mengapa Milton Erickson ditempatkan sebagai model utama ketika John Grinder dan Richard Bandler mula-mula mengembangkan NLP. Itulah sebabnya mengapa banyak sekali terapis-terapis yang magang di “pertapaan”-nya di Phoenix, Arizona, AS. Dan inilah jawabannya mengapa Erickson ditempatkan sebagai pelopor dari Hipnosis Modern, Conversational Hypnotherapist, dan seabreg gelar-gelar lainnya.
Mungkin Anda, pembaca, menyimak pesan-pesan lain dalam tulisan Erickson di atas yang saya luput mengamatinya. Memang begitulah sifat dari metafora: semua orang punya interpretasi masing-masing sesuai dengan “celah” yang ingin diisinya.
Sumber :
Buku # 1 dari 3 buku terbaru RH Wiwoho yang terangkum dalam
Trilogi Pemimpin, Wanita dan Terapis.
Trilogi # 1 berjudul : Ketika Maju Salah Mundur pun Salah,
Trilogi # 2 : Terapi-terapi Kilat, dan
Trilogi # 3 : Sahabatku Bernama Takut.
Tersedia di toko buku terdekat.
September 2015