Mengapa ada manajer yang seperti kehabisan waktu, sementara staf-stafnya justru kehabisan pekerjaan? Mengapa ada manajer yang tampak seperti kewalahan, sering lembur serta bekerja keras tapi tidak pernah sempat menyelesaikan segala pekerjaannya? Apa itu manajemen monyet? Bagaimana caranya agar tidak mengambil ‘beban/tanggung jawab’ (menggendong monyet) orang lain sehingga yang bersangkutan bisa mengurus dan memberi makan ‘monyet-monyet’ mereka sendiri?
Manajemen waktu
Bill Oncken di “Harvard Business Review “ [1974] menulis sebuah artikel klasik yang sangat menarik dengan judul “Mengelola Manajemen Waktu: Monyet Siapa ini?” Dalam artikel tersebut Oncken menjabarkan bahwa ada tiga jenis manajemen waktu, yakni:
Waktu yang dipaksakan bos – digunakan untuk menyelesaikan aktivitas-aktivitas yang bos inginkan dan si manajer tidak bisa mengacuhkan tanpa beresiko mendapatkan hukuman (langsung atau tidak).
Waktu yang dipaksakan sistem – digunakan untuk mengerjakan tuntutan-tuntutan http://indonlp.com/wp-content/uploads/2017/09/Agustus-2009-1.pngistratif dan pekerjaan dari rekan kerja. Mengacuhkan permintaan ini bisa beresiko mendapatkan hukuman/penalti (langsung atau tidak).
Waktu yang dipaksakan sendiri – digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang kita putuskan sendiri. Di sini tidak ada penalti.
Dimana monyetnya?
Suatu ketika, misalnya, Anda sedang tergesa-gesa berjalan di lorong kantor ketika salah seorang staf Anda mendekati dan menyapa, “Selamat pagi Pak. Boleh saya bicara sebentar? Kita ada masalah nih, Pak”. Karena Anda perlu mengetahui masalah subordinate Anda, maka Anda pun berhenti dan mendengarkan staf Anda menjelaskan masalahnya secara rinci. Anda terjebak di tengah-tengahnya. Karena pemecahan masalah itu memang bidang Anda, tak terasa waktu pun berlalu. Ketika akhirnya Anda melirik jam tangan, obrolan yang tampaknya hanya tiga menit itu ternyata sudah memakan waktu tiga puluh menit.
Karena hanya sekilas, Anda memutuskan yang penting tahu dulu masalahnya meski belum cukup tahu untuk mengambil keputusannya. Maka Anda pun mengatakan, “Ini masalah penting, tetapi saya belum ada waktu membahasnya. Biar saya pikirkan dulu, nanti saya beri kabar.” Anda pun berpisah. Diskusi tersebut membuat Anda terlambat sampai ke tempat tujuan.
Monyet pertama
Sebelum Anda berjumpa di lorong itu, sesungguhnya monyetnya ada di punggung staf Anda. Ketika Anda berdua membicarakannya, masalahnya menjadi pertimbangan bersama, maka monyet pun memijak punggung Anda berdua. Namun saat Anda mengatakan, “Biar saya pikirkan dulu; nanti saya beri kabar,” beban di punggung Anda menjadi berlipat sementara staf Anda pergi dengan beban dua puluh kilogram lebih ringan. Kenapa begitu? Sebab monyetnya sudah sepenuhnya pindah ke punggung Anda.”
Mari kita berandai-andai. Taruh kata masalah yang dipertimbangkan itu adalah bagian dari tugas staf Anda tadi dan, taruh kata lagi, sesungguhnya ia mampu betul memberikan usulan-usulan solusi bagi masalah yang dibicarakannya itu. Maka, ketika Anda membiarkan monyetnya pindah ke punggung Anda, itu sama saja dengan Anda secara sukarela mengerjakan dua hal yang semestinya dikerjakan oleh staf Anda tadi, yakni:
Menerima tanggung jawab atas masalah milik staf Anda, dan
Menjanjikan laporan perkembangan kepada staf tersebut
Rumusannya, “Untuk setiap monyet, selalu ada dua pihak yang terlibat: Yang menyelesaikan dan yang mengawasinya.”
Dalam kasus di atas, tampak bahwa Anda yang berperan sebagai bawahan, sementara bawahan Anda justru berperan sebagai pengawas. Keesokan harinya staf tersebut datang beberapa kali ke ruangan Anda dan mengatakan, “Apa kabar Pak? Bagaimana hasilnya?” Kalau Anda belum memecahkan persoalannya secara memuaskan baginya, bisa-bisa ia akan menekan Anda untuk mengerjakan apa yang sesungguhnya adalah pekerjaannya, dan bukan pekerjaan Anda.
Monyet kedua
Anda menerima memo dari Boni, salah seorang staf Anda, yang intinya berbunyi, “Pak, kita kurang didukung oleh bagian Gudang dalam proyek X. Bisakah Bapak bicara dengan manajer mereka?” Dan, tentunya Anda mengiyakan. Semenjak itu Boni sudah dua kali menindak-lanjuti persoalannya dengan pertanyaan, “Bagaimana soal proyek X nya Pak? Bapak sudah bicara belum dengan bagian Gudang? Dua kali pula Anda dengan rasa bersalah menjawab, “Belum sih, tetapi jangan kuatir, pasti saya bicarakan”.
Monyet ketiga
Kali ini datang dari Mimi. Dengan cerdik ia menyanjung Anda terlebih dulu sebelum akhirnya meminta tolong, sebab Anda punya pengetahuan yang mendalam tentang organisasi dan keunikan teknis dari masalah yang dihadapinya ketimbang dirinya.
Monyet keempat
Satu lagi monyet yang Anda janjikan adalah membuat uraian tugas buat Santi. Ia staf yang baru dipindahkan dari departemen lain untuk mengisi posisi yang baru saja diciptakan dalam departemen Anda. Anda belum sempat menentukan secara spesifik apa saja tugas jabatan baru itu. Jadi, ketika ia bertanya apa yang diharapkan darinya, Anda berjanji untuk menuliskan uraian tugas untuk mengklarifikasikan tanggung-jawabnya.
Monyet kelima
Putera Anda pulang dari sekolah dan berkata, ”Ayah! Ibu! Aku diterima jadi anggota tim basket yunior!”
Anda menyahut, “Woww…keren..! Ayah dan Ibu bangga, nak!” Lalu ia berkata, “Tapi Ayah…Ibu…aku mau diantar-jemput ke tempat latihan setiap hari Selasa, Kamis, dan Jumat sepulang sekolah.” Nah, satu monyet dilemparkan lagi. Lalu siapakah yang akan mendapatkan monyet itu? Sudah pasti Anda dan isteri Anda. Yang mulanya kabar gembira sekarang menjadi monyet, bukan?
Akan lebih parah lagi jika monyetnya segera beranak pinak! Isteri Anda berkata pada putera Anda, “Ibu bisa mengantarmu Selasa dan sekali-sekali Jumat, tetapi Kamis benar-benar tidak mungkin. Siapa lagi teman satu timmu? Mungkin Ibu bisa mengatur antar-jemput bersama.”
Setelah putera Anda menceritakan siapa saja teman satu timnya, isteri Anda mengatakan, “Akan segera Ibu atur, sayang. Nanti Ibu beritahu siapa yang akan mengantar-jemputmu.” Tanpa perduli samasekali, putera Anda pun lari ke arah TV dengan gembiranya, “Terima kasih Bu. I love you!”.
Pastilah putera Anda terlalu kecil untuk bisa mengemudi, tetapi tentunya ia bisa mengupayakan alternatif lain untuk transportasinya dan dalam prosesnya ia belajar memikul tanggung jawab.
Lihatlah, betapa mudahnya Anda mengambil monyet-monyet orang lain dalam segala bidang kehidupan, padahal mestinya itu tidak perlu. Lalu, dalam prosesnya, Anda telantarkan monyet Anda sendiri dan membuat orang lain tergantung kepada Anda serta mencampakkan peluang mereka untuk belajar memecahkan masalah mereka sendiri.
Datanglah monyet keenam, ketujuh, kedelapan….. dari keponakan, sepupu, mertua, ipar, tetangga, adik, aa’, teteh…..dst
***
………Artkel ini bersambung di bulan Juli 2010
Sumber:
Bakul (buku) ke-2 dari serial buku Beras Kencur dengan judul Perusahaan yang Terhipnosis. Merupakan buku terbaru RH Wiwoho, terbit Mei 2010.
Juni 2010