Pasien ini sudah tergolek cukup lama di ranjang rumah sakit. Tampaknya dia menderita penyakit kronis, namun belum juga terdiagnosis. Banyak hal yang sudah dilakukan, namun hasilnya nihil. Tentu saja tanpa diagnosa yang tepat, pengobatan tidak bisa dilanjutkan.
Di ruangan lain di rumah sakit itu, seorang dokter sedang berdiskusi dengan dokter muda juniornya. Mereka dengan cermat membahas satu persatu kondisi para pasiennya. “Bagaimana kondisi Reni, pasien di ruang 512 itu?” dokter senior menanyakan kondisi pasien yang belum diketahui penyakitnya tadi.
“Belum ada kemajuan, Dok,” sahut juniornya. “Saya sudah mengeluarkan segala daya, namun tidak bisa menemukan apa penyakitnya. Jujur nih, Dok, kondisinya semakin memburuk dan ia kelihatan depresi. Semua perawatan tidak dia respon sebagaimana mestinya.”
“Tolong ceritakan, perawatan apa saja yang sudah kamu jalankan untuknya,” pinta dokter senior dengan tenang.
“Saya mula-mula mengukur suhu tubuhnya dengan termometer. Hasilnya, temperatur badannya normal,“ katanya.
“Terus?” lanjut sang senior.
“Kemudian saya ukur tekanan darahnya. Hasilnya juga normal,” lanjut si junior lagi.
“Hemmm… lalu?” tanya dokter senior masih dengan nada yang tenang.
“Saya ambil sampel darahnya untuk dilakukan observasi laboratorium lebih lanjut serta mengembangkannya dengan penelitian yang lengkap. Rekan dari bagian patologi tidak menemukan keanehan apa pun,” sahut si junior.
“Lanjutkan ceritamu,“ kata si senior menyemangati. “Apalagi yang sudah kamu kerjakan?”
“Kemudian saya kirim ke ruang rontgen. Bagian radiologi dengan cermat mempelajari fotonya. Tampaknya seluruh struktur tulang-tulang tubuhnya tidak bermasalah.”
“Oh, begitu,” lanjut sang senior dengan tatapan yang masih tenang. “Apa lagi?”
“Saya rujuk ke bagian MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CT (Computer Tomografi). Lagi-lagi tidak ada keanehan apa pun pada pasien ini. Saya dan rekan-rekan lain jadi bingung memikirkannya, berusaha menganalisa untuk menemukan apa masalahnya. Dan yang paling membuat kami khawatir adalah kondisinya semakin memburuk.”
Sambil menjatuhkan diri di sofa dan menengadahkan kepalanya, sang dokter senior mulai memutar otak. Dia menimbang-nimbang beberapa saat dan kemudian dengan nada kalem mengutarakan, “Kamu sudah mengukur suhu badannya, setelah itu tekanan darahnya, dan kemudian contoh darahnya. Foto sinar X, MRI dan CT scan juga sudah dilakukan. Namun kamu dan rekan-rekanmu tidak menjumpai adanya keanehan. Tadi kamu juga mengatakan bahwa kondisinya semakin drop dan bahkan tampak depresi.”
Sambil menegakkan tubuh, ditatapnya mata juniornya, sembari berujar, “Ngomong-ngomong, apakah sudah kamu genggam tangannya?”