IndoNLP

PERFEKSIONIS: BAIK ATAU BURUK?

 

Begitu sering kita mendengar seseorang diberi label perfeksionis.

Seperti apakah sesungguhnya perfeksionisme itu?

Perfeksionisme adalah dorongan yang terus menerus dalam diri seseorang untuk mendapatkan sesuatu atau hasil yang sempurna. Entah itu secara akademis, di pekerjaan, dalam mencari pasangan, atau area kehidupan yang lain.

Ini terkesan njelimet, teliti atau cermat sekali dalam mencapai sesuatu yang sempurna.

Dan seorang perfeksionis adalah orang yang memiliki karakteristik seperti yang saya sebutkan tadi.

Perfeksionisme merupakan keyakinan paling umum di sejarah peradaban manusia.

Sejak awal dimulainya kehidupan perfeksionisme sudah ada hingga detik ini.

Dimana pun di muka bumi ini, perfeksionisme dianggap sebagai hal yang baik, dan didambakan oleh hampir semua orang.

Sementara ketidaksempurnaan dianggap sebagai hal yang buruk atau negatif, yang tak diinginkan oleh siapapun.

Repotnya, seorang perfeksionis tidak hanya menuntut dirinya sendiri untuk tampil sempurna, ia juga ingin orang lain melakukan hal yang sama.

 

Contoh:

  • Bos ingin karyawannya tampil sempurna dalam pekerjaannya.
  • Orang tua ingin anak-anaknya menjadi yang terbaik di sekolahnya.
  • Bunda ingin segala sesuatunya tertata rapi di rumah, sampai-sampai tak boleh ada barang yang diletakkan melenceng dari tempatnya.

Perfeksionis selalu ingin pekerjaan dan diri mereka sempurna atau luar biasa.

Karena itu, mereka berupaya keras untuk tidak membuat kesalahan sekecil apapun.

Apakah karena dipersepsikan sangat positif, lalu perfeksionisme dianggap sebagai nilai yang bersifat absolut atau universal? Hemat saya, tidak.

Menurut saya, ini adalah hal yang sifatnya relatif dan lahir dari konsepsi manusia.

Perfeksionis sesungguhnya adalah sebuah ide atau gagasan. Yakni, gagasan yang dipersepsikan sebagai keadaan ideal.

Setiap area kehidupan memiliki keadaan ideal yang berbeda-beda.

 

Misalnya:

  • Di bidang akademis, indeks prestasi atau IP 4 adalah skor tertinggi.
  • Dalam membuat laporan, zero typo dapat dinilai sebagai laporan yang sempurna.

 

Karena itu kesempurnaan dan ketidaksempurnaan hanyalah sekedar nilai-nilai yang melekat di sana. Jadi, tidak semestinya keduanya menentukan kebahagiaan Anda.

Namun, toh nyatanya banyak orang merasa gagal, cemas, frustrasi dsb, ketika mereka tidak dapat mencapai sesuatu yang sesuai dengan standarnya.

Saya tidak mengatakan bahwa perfeksionisme itu jelek.

Boleh jadi, perfeksionisme dapat menjadi jaring pengendali atas ekspresi kebahagiaan seseorang. Siapa sih yang tidak bahagia ketika ia mendapatkan hal-hal yang sesuai dengan ekspektasinya?

Meskipun sesungguhnya setiap orang dapat mencapai hasil atau tujuan yang diinginkannya, dengan atau tanpa menjadi perfeksionis.

Di balik itu semua, menjadi perfeksionis seringkali memberi sandungan dalam menerima dan mencintai diri sendiri tanpa syarat, ketika tujuan yang diinginkannya tidak tercapai.

Dan ketika keinginannya tidak terpenuhi, ia merasa tidak bahagia atau kurang puas.

Fakta lainnya, manusia hanya memiliki momen saat ini (present moment) dalam hidupnya.

Sedangkan seseorang yang perfeksionis, pikirannya dipenuhi perencanaan tentang masa depan atau justru meratapi apa yang salah di masa lalu.

Karena kecenderungan ini, banyak perfeksionis yang tidak dapat merasakan kepuasan dalam hidupnya. Selalu saja ada yang kurang.

Dalam persepsinya, ia tidak pernah melakukan hal-hal yang cukup baik untuk mendukung perasaan puasnya tersebut.

Mungkin paradoks kehidupan berikut dapat mewakili opini tersebut:

“Bagaimana seseorang bisa memiliki kedamaian, mencintai dirinya sendiri, dan merasakan kegembiraan yang sempurna, jika ia seorang perfeksionis?”

 

Apa komentar Anda?

 

 

Sumber:  
Channel Youtube
RH Wiwoho
 

Link Youtube:  PERFEKSIONIS: BAIK ATAU BURUK?

 

 

September 2021