IndoNLP

PERILAKU TAHAN BANTING DAN FLEKSIBEL | RESILIENCE | VITAMIN DI MASA PANDEMI

 

Perilaku Tahan Banting dan Fleksibel

Dalam masa pandemi ini resilience sangatlah dibutuhkan. Apa dan bagaimana caranya?

Hidup tidak selalu mulus, datar, tanpa ada gejolak serta riak-riak gelombang. Kondisi yang kurang enak dan tidak nyaman bisa datang kapan saja, seperti: kehilangan pekerjaan, perceraian, atau kematian orang tercinta.

 

Bagaimana Anda merespon hal itu?

Tersungkur, meratapi nasib dan menyerah?

Atau kembali bangkit dan lebih membulatkan tekad?

 

Resilience adalah ketangguhan, ketahanan, kelenturan atau fleksibilitas seseorang dalam menghadapi sebuah situasi bermasalah. Resilience berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan adaptasi pada kondisi yang kurang menguntungkan, sehingga mampu membulatkan tekad untuk kembali ‘berdiri’ setelah jatuh dan terpuruk.

 

Apa itu Resilience?

Apabila hidup Anda ‘datar-datar saja’ dan tidak pernah mengalami gejolak sama sekali, Anda tidak akan tahu seberapa tangguh (resilient) diri Anda. Namun ketika Anda dihadapkan pada kendala, stres, atau ancaman, maka resilient akan muncul. Alih-alih menyerah dan mundur, Anda bisa meresponnya dengan berusaha mencari solusi untuk mengatasinya. Lalu, apa sih sebenarnya yang menyebabkan perbedaan respon antara orang yang satu dengan yang lainnya? Mengapa ada orang yang tahan banting, sementara yang lainnya mudah stres? Menurut Norman Garmezy, pakar perkembangan anak dari University of Minnesota, kendala, stressor atau ancaman bisa muncul dalam berbagai bentuk. Bisa berupa status sosial ekonomi yang kurang menguntungkan, kondisi rumah yang kurang kondusif, perceraian, sakit kronis, kecelakaan fatal, dlsb.

Tentu saja durasi dan intensitas stressor akan mempengaruhi sikap dan cara seseorang dalam menghadapinya. Untuk stressor yang kehadirannya mendadak, intensitasnya umumnya tinggi. Sebaliknya, jika stressor berasal dari sesuatu yang sudah berlangsung lama (kronik), intensitasnya lebih rendah.

Resilience berubah dari waktu ke waktu, tergantung pengaruh mana yang lebih besar – stressor atau resilience. Bila stressornya kuat, resilience akan kewalahan. Resilience pada setiap orang berbeda-beda. Ada yang sebelumnya tidak cukup tangguh, tetapi ketika dihadapkan pada masalah, orang ini mampu belajar bagaimana caranya survive. Karena sifatnya yang bisa berubah dari waktu ke waktu itulah maka resilience bisa dipelajari dan dilatih.

Elemen utama dari resilience adalah sudut pandang (frame). Persisnya, tergantung bagaimana seseorang “membingkai” sebuah kejadian atau peristiwa, apakah menjadi traumatis atau malah dianggap sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Sebuah peristiwa yang berpotensi menimbulkan akibat traumatis, misalnya kematian mendadak orang tercinta, seseorang akan cenderung berduka. Namun jika ia dapat melihat peristiwa itu dari sisi positifnya, misalnya menjadi lebih sadar atau perduli untuk menjaga kesehatan atau menjadi lebih dekat dengan anggota keluarga, maka peristiwa itu tidak menjadikan traumatis. Akan ada hikmah yang dapat dipetik dari setiap peristiwa.

Seseorang yang punya fondasi spiritual atau religius kuat umumnya lebih tangguh dibandingkan dengan yang tidak. Kejadian yang membuat stres atau traumatis belum tentu akan terus berdampak negatif pada seseorang, tergantung pada bagaimana orang itu membentuk bingkai atau frame-nya.

Cara pandang positif bisa dipelajari dan dilatih. NLP memiliki tools untuk melatih agar seseorang tidak selalu rapuh/rentan dengan melakukan Reframing (membingkai ulang). Baik meaning reframing maupun context reframing.

Jika Anda memiliki resilience, kekuatan ini akan menjadi pengaman yang membantu Anda untuk kembali bangkit dan memiliki mekanisme pertahanan diri yang sehat (healthy coping mechanism). Mungkin resilience tidak menghilangkan masalah, namun setidaknya membuat Anda mampu melihat dari sisi yang lain, menemukan sisi positifnya (look at the bright side) dan mengatasi stres dengan lebih elegan. Rasa marah, sedih dan sakit hati barangkali tetap ada, namun Anda mampu membangun tekad untuk kembali ‘berjalan tegak’ dan menjalani keseharian seperti biasa, tidak terganggu baik secara fisik maupun mental.

 

Cara melatih Resilience

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melatih resilience Anda:

  • Perluas jaringan pertemanan Anda. Teman baru dapat menambah ilmu, pengalaman dan kebersamaan.
  • Isilah keseharian Anda dengan hal yang bermanfaat dan menambah semangat. Tentukan outcome agar langkah-langkah Anda lebih terarah.
  • Belajar dari pengalaman. Ingat kembali bagaimana Anda mengatasi masalah pada masa yang lalu. Teknik, strategi dan langkah-langkah apa yang Anda lakukan pada saat itu, apakah hal ini bisa dijadikan referensi untuk peristiwa yang mungkin akan dihadapi sekarang atau nanti? Anda dapat memetik pelajaran: pola mana yang positif/ampuh dan mana yang negatif.
  • Tetap memiliki harapan. Masa lalu tidak sama dengan masa depan (the past does not equal the future). Belajarlah untuk menerima dan mengantisipasi perubahan kondisi, sebab hal ini akan membuat Anda lebih mudah beradaptasi serta mengurangi kecemasan saat dihadapkan pada masalah baru.
  • Jaga kesehatan baik fisik maupun mental. Belajar mengelola stres dengan teknik relaksasi bimbingan aktif, meditasi, berdoa, latihan pernafasan dsb.
  • Bersikap proaktif. Hadapi masalah. Cari solusi dengan chunk down. Take action untuk setiap chunk.

 

Beberapa ciri orang resilient:

  • Secara fisik: sehat dan tubuhnya terawat dengan baik.
  • Secara sosial: fleksibel dalam bergaul, punya banyak teman dan mudah berempati.
  • Secara kognitif: memiliki kecerdasan di atas rata-rata, memiliki kemampuan memecahkan masalah, optimistis serta mampu berimprovisasi.
  • Secara emosional: orangnya realistis, mandiri, kreatif, memiliki harga diri, memiliki ense of humour serta memiliki kontrol diri yang baik.
  • Secara moralitas: mampu berkontribusi dan memiliki prinsip.
  • Secara spiritual: memiliki keyakinan bahwa ada maksud dari setiap kejadian atau tindakan dan memiliki atau menganut nilai-nilai tertentu.

Untuk meningkatkan resilient, tentu saja butuh waktu dan perlu banyak melatih diri. Bila Anda merasa sudah melatih diri namun ketika sebuah masalah menghadang Anda masih tidak tahu mesti berbuat apa, atau bingung harus mulai dari mana, barangkali Anda butuh bantuan professional.

Dengan panduan pakar yang kompeten, Anda dapat meningkatkan kesehatan mental dan sekaligus mendongkrak kadar resilient anda.

 

 

 

 

Sumber:  
Channel Youtube RH Wiwoho
 

Link Youtube : PERILAKU TAHAN BANTING DAN FLEKSIBEL | RESILIENCE | VITAMIN DI MASA PANDEMI

 

 

Agustus   2021