Apa itu imprint?
Bagaimana cara terbentuknya?
Apa sebab imprint sangat sulit untuk dipahami?
Imprint adalah kejadian penting di masa lalu yang membentuk keyakinan atau bagian-bagian dari keyakinan seseorang. Istilah imprinting (membekas, menjejak, terprogram) dikenalkan oleh Konrad Lorenz dengan mempelajari perilaku bebek ketika menetas. Ia menemukan, anak bebek akan meng-imprint seekor induk di hari pertama kelahirannya. Segera setelah menetas, anak-anak bebek itu mulai mengamati apa saja yang bergerak, lalu mengikutinya dan menganggapnya sebagai induknya. Kalau Lorenz berjalan, anak-anak bebek itu akan mengikutinya ke mana ia pergi. Ketika di kemudian hari diperkenalkan pada induk sejatinya, anak-anak bebek ini mengacuhkannya dan tetap saja mengikuti Lorenz. Saat Lorenz bangun tidur di pagi hari, ia melihat anak-anak bebek itu tidur memeluk sepatu boot-nya, dan bukan sarangnya.
Lorenz juga mengamati, ketika sebuah bola tenis menggelinding pada saat seekor anak bebek menetas, kelak menjadi imprint baginya. Anak bebek ini menganggap bola tenis itu sebagai induknya. Lucunya, setelah dewasa, anak bebek yang satu ini tidak mau berkencan dengan bebek-bebek lain. Ia lebih suka “menaiki” benda-benda yang berbentuk bulat dan menyerupai bola tenis.
Konrad Lorenz yakin bahwa imprint terbentuk secara neurologis, pada periode kritis tertentu. Begitu periode kritis itu terlampaui, apa pun yang sudah imprinted (membekas) akan menjadi permanen dan tidak bisa berubah lagi.
Imprint dalam Kehidupan
Timothy Leary meneliti fenomena imprint dalam kehidupan manusia. Ia mengatakan bahwa otak manusia jauh lebih canggih daripada otak bebek dan hewan-hewan lain. Pada kondisi-kondisi tertentu, di periode kritis lebih awal, sebuah imprint dapat ditelusuri dan bisa re-imprinted (diprogram ulang).
Imprint dapat berupa kejadian positif yang membentuk keyakinan yang bermanfaat (empowering belief), tapi dapat juga berupa kejadian traumatis yang bisa menggiring orang ke keyakinan yang menghambat (limiting belief). Umumnya, meskipun tidak selalu, secara tidak sadar hal ini melibatkan role model atau orang lain yang berpengaruh.
Mari kita coba bandingkan perilaku anak bebek dengan manusia dalam kasus kekejaman terhadap anak (child abuse). Beberapa riset mengatakan bahwa setelah dewasa, anak yang diperlakukan dengan kejam oleh orangtuanya secara tidak sadar akan mencari relasi – yakni mengulangi kejadian di masa lalunya. Sebagai contoh, perempuan yang diperlakukan dengan kejam oleh orangtuanya sering kali bersuamikan laki-laki yang juga memperlakukannya dengan kejam. Laki-laki yang di masa kecilnya sering disiksa oleh orangtuanya juga kerap menyiksa anaknya. Perempuan yang sering dipukuli oleh ibunya cenderung lebih kejam kepada anaknya ketimbang yang tidak.
Imprint adalah salah satu dari penalaran fenomena ini. Orang yang diperlakukan kejam ketika kanak-kanak dapat meng-imprint bahwa ini adalah perilaku khas yang ada hubungannya dengan ayah, ibu, suami atau istri.
Pada saat anak bebek menetas dan keluar dari cangkang, mereka tidak mengatakan, ”Lho, ibuku kok aneh; lebih baik aku menyelidikinya dulu.” Otak mereka mungkin cuma mengatakan, ”Ini pasti ibuku.”
Manusia melakukan hal yang mirip dengan ini.
………Artkel ini bersambung di bulan Februari 2017
Sumber :
Buku # 2 dari 3 buku terbaru RH Wiwoho yang terangkum dalam
Trilogi Pemimpin, Wanita dan Terapis.
Trilogi # 1 berjudul : Ketika Maju Salah Mundur pun Salah,
Trilogi # 2 : Terapi-terapi Kilat, dan
Trilogi # 3 : Sahabatku Bernama Takut.
Tersedia di toko buku terdekat.
Januari 2017