Terapi Kilat 3 (Warisan Abadi)
Seorang pebisnis memiliki ketergantungan pada kokain (sejenis narkoba) untuk melawan sakit akut di kepalanya yang sudah dideritanya sejak usia tujuh tahun. Ia datang menemui Erickson.
Kepada pria ini, Erickson meragukan kejujurannya dalam berbisnis. Pria ini membela mati-matian kejujurannya dalam menjalankan usaha.
Erickson lalu mengkonfrontir ketidakjujurannya, karena selama ini pria tersebut telah menyembunyikan seorang bocah berusia tujuh tahun yang menderita sakit kepala.
Pebisnis ini sangat marah kepada Erickson dan pulang sambil memaki-maki. Anehnya, sesampainya di rumah ia mendapati sakit kepala yang telah diidapnya selama bertahun-tahun itu sudah lenyap begitu saja.
Sorenya, pria ini datang kembali ke tempat praktik Erickson dan ia mengakui bahwa Erickson benar; ia pasti telah “menyembunyikan rapat-rapat” sakit kepala seorang bocah selama bertahun-tahun. Sejak hari itu ia tidak lagi mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan sakit kepalanya tidak pernah muncul lagi.
***
Seorang ibu, mantan pasien Erickson, membawa putrinya yang berusia delapan tahun. Gadis kecil ini sangat membenci dirinya maupun orang-orang di sekitarnya, karena adanya bintik-bintik di wajahnya. Lantaran bintik-bintik inilah ia sering menerima pelecehan dan olok-olok dari teman-temannya di sekolah.
Gadis kecil itu masuk ruang praktik Erickson dengan menahan emosi yang luar biasa. Kata-kata pertama yang diucapkan Erickson pada gadis ini adalah, “Kamu pencuri! Kamu sudah mencuri!”
Dengan amarah yang luar biasa gadis itu menyangkalnya, namun Erickson tetap bersikukuh bahwa ia punya buktinya. Gadis kecil ini lalu menantang Erickson untuk membuktikannya.
Erickson pun berkata bahwa ia tahu persis gadis ini berada di mana ketika mencuri. Kata Erickson, gadis ini berada di dapur meraih toples-toples di atas rak yang berisi kue cinnamon, bolu gulung cinamon dan bubuk cinnamon yang kemudian menumpahi wajahnya. (Sebelumnya Erickson diberi tahu oleh sang ibu bahwa pada saat itu satu-satunya yang disukai gadis ini adalah segala sesuatu yang bercita rasa cinnamon/kayu manis).
Erickson lalu memanggilnya “Cinnamon Face” (Gadis berwajah kayu manis). Seisi ruangan tumpah ruah dengan gelak tawa mendengar humor Erickson ini, panggilan yang kelak menjadi awal sebuah relasi akrab dan menjadi fondasi terapi untuk gadis ini. Sebuah landasan yang nantinya akan mengubah sikap gadis ini pada bintik-bintik di wajahnya. Ia kini bangga dengan julukan barunya: Cinnamon Face.
***
Seorang anak lelaki berusia 12 tahun dibawa ke ruang praktik Erickson karena masih mengompol. Erickson tidak mengatakan sepatah kata pun pada kedua orangtua si anak. Ia malah bercakap-cakap dengan anak ini perihal topik-topik lain dan tidak sekalipun menyinggung kebiasaan mengompolnya.
Setelah tahu bahwa anak ini senang main baseball, sedangkan kakaknya hobi football, Erickson mulai menjabarkan bahwa untuk bermain baseball yang benar diperlukan koordinasi otot-otot halus, dibandingkan otot-otot kasar seperti dalam bermain football.
Anak ini menyimak dengan penuh perhatian terhadap uraian yang rinci tentang bagaimana menyelaraskan otot-otot tubuhnya dan menjadikannya otomatis dalam menangkap lemparan bola. Sarung tangan yang dikenakan harus dibuka tepat waktu dan ditutup tepat waktu pula. Ketika memindahkan bola dari satu tangan ke tangan lainnya, koordinasi otot-otot halus juga harus diperhatikan baik-baik. Jika ia melempar bola pada saat kawan yang hendak menangkapnya tidak siap, maka sia-sialah lemparannya. Sebaliknya kalau ia terlambat melempar bola juga tidak ada gunanya. Melakukan dengan tepat waktu dan memperhitungkan ke mana bola hendak dilemparkan akan menghasilkan keberhasilan… dalam permainan baseball!
Beberapa minggu kemudian anak ini tidak mengompol lagi.
***
Milton Erickson telah lama meninggalkan kita, namun teknik brief therapy atau terapi kilatnya sudah menjadi legenda dunia. Persoalannya bukan apakah kita mampu melakukan terapi secepat Erickson atau tidak. Pokok persoalannya adalah bahwa terapi kilat itu sebuah hal yang memungkinkan untuk dilakukan. Inilah mungkin warisan abadi yang bisa kita petik dari seorang maestro sekelas Erickson.
Sumber :
Buku # 2 dari 3 buku terbaru RH Wiwoho yang terangkum dalam
Trilogi Pemimpin, Wanita dan Terapis.
Trilogi # 1 berjudul : Ketika Maju Salah Mundur pun Salah,
Trilogi # 2 : Terapi-terapi Kilat, dan
Trilogi # 3 : Sahabatku Bernama Takut.
Tersedia di toko buku terdekat.
Februari 2019