Apakah Anda seorang pemimpin yang sukses,
tapi kemudian gagal mempertahankan kesuksesan Anda?
Apa sebab sebuah sukses justru bisa menjadi bumerang bagi kesuksesan berikutnya?
Apa saja yang dimaksud dengan tiga jebakan sukses?
Mabuk Kesuksesan
Manusia punya kecenderungan mengulangi aksi yang sebelumnya memperoleh ganjaran positif. Semakin sukses seseorang serta semakin banyak ganjaran positif yang diperolehnya, semakin besar kemungkinannya untuk masuk ke dalam sebuah keadaan yang disebut sebagai “mabuk kesuksesan”.
“Saya melakukan aksi ini dan saya sukses. Itu artinya sukses saya terjadi karena saya mengambil aksi ini.”
Benarkah? Tahan dulu kesimpulan Anda.
Pisau Bermata Dua
Seorang jenderal senior berbincang dengan jenderal muda yang belum lama dilantik. Katanya, ”Akhir-akhir ini apakah Anda memperhatikan, ketika Anda melemparkan humor, setiap orang tertawa terpingkal-pingkal. Begitupun ketika Anda mengatakan hal-hal yang ‘bijak’, setiap orang menggangguk-anggukkan kepala tanda setuju?”
Jenderal yang muda tersebut menyahut, ”Ya benar, saya memperhatikannya.”
Jenderal senior itu tersenyum, “Saya beri saran. Sebenarnya Anda tidak selucu itu dan juga tidak sepintar itu! Semua itu semata-mata karena bintang yang ada di pundak Anda itu. Jadi, jangan terkecoh, apalagi sampai meracuni benak Anda.”
Keyakinan bak pisau bermata dua: di satu sisi menguntungkan, karena bisa membantu sukses; namun di sisi lain bisa menjebak, karena membuat seseorang sulit untuk berubah. Seperti kata jenderal senior di atas: kadang kita tidak selucu yang kita sangka dan juga tidak secerdas yang kita bayangkan. Sesungguhnya seorang pemimpin bisa menjadi lebih baik kalau mau menengok ke dalam dengan lebih jujur dan menyadari jebakan-jebakan yang muncul dalam upaya untuk menjadi lebih sukses lagi.
Kebal Terhadap Kritik
Ada banyak pemimpin yang kerap mengklaim terlalu banyak atau lebih dari porsi yang sewajarnya, misalnya:
melebih-lebihkan kontribusinya pada sebuah proyek/tugas;
merampas sebagian/seluruh kesuksesan yang sebenarnya milik orang lain;
mengangkat terlalu tinggi keahlian profesi serta keberadaannya di antara yang lainnya;
membesar-besarkan laba bersih dengan berpura-pura tidak menyadari besarnya modal dan beban biaya lain yang tersembunyi.
Bila di kantornya ada orang yang berani mengubah cara atau melemparkan kritik terhadap aksinya, umumnya orang yang sedang “mabuk kesuksesan” meresponnya lewat hal-hal berikut:
Pertama, merasa bahwa orang yang mengkritik tersebut pastilah sedang mengigau. Kita sering mendengar jawaban ini: “Kamu lagi ngigau ya?” Ia yakin bahwa orang yang mengkritiknya itu telah mendapatkan informasi yang salah atau tidak tahu apa yang sedang dibicarakannya.
Kedua, boleh jadi informasi tentang kelemahannya tersebut memang akurat, hanya saja ia mengingkarinya. Kritikannya bisa saja benar, tapi menurut yang bersangkutan hal itu tidak signifikan, karena bukti kesuksesannya telah gamblang terbuka di depan mata.
Menyerang adalah jalan terakhir. Yang bersangkutan meremehkan orang yang memberi kritik atau usulan perubahan: “Atas dasar apa seorang pemenang seperti saya harus mendengarkan kata-kata pecundang seperti Anda?”
………Artkel ini bersambung di bulan Agustus 2017
Sumber :
Buku # 3 dari 3 buku terbaru RH Wiwoho yang terangkum dalam
Trilogi Pemimpin, Wanita dan Terapis.
Trilogi # 1 berjudul : Ketika Maju Salah Mundur pun Salah,
Trilogi # 2 : Terapi-terapi Kilat, dan
Trilogi # 3 : Sahabatku Bernama Takut.
Tersedia di toko buku terdekat.
Juli 2017